Selasa, 12 Juli 2011

Wakil Rakyat yang Sering Kawin Siri

REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN-- Praktik nikah siri, yakni pernikahan yang dilakukan pasangan suami-istri namun tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), namun sah secara agama, terus ada di kalangan anggota DPRD Pamekasan, Madura.


"Di DPRD Pamekasan ini anggota dewan yang melakukan praktik nikah siri sepengetahuan (yang ketahuan) kami satu orang," kata Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Pamekasan, Boy Suhari Sajidin, Selasa.

Menurut Boy Suhari Sajidin, adanya anggota dewan yang melakukan praktik nikah siri tersebut terungkap, setelah pihak BK DPRD Pamekasan melakukan penelitian laporan dugaan perselingkuhan yang dilakukan oleh salah seorang anggota dewan.

Dalam laporan itu kata dia, dinyatakan bahwa ada seorang anggota dewan yang berselingkuh, akan tetapi setelah dilakukan penelitian dan cek lapangan yang bersangkutan sudah menikah secara siri.

"Kalau sudah menikah, sebenarnya tidak masalah dari sisi hukum agama. Yang bermasalah nanti dari sisi hukum positif," kata Boy Suhari Sajidin.

Terutama, sambung dia, berkaitan dengan status anak dari pasangan suami istri yang melakukan praktik nikah siri tersebut. Ketua BK DPRD Pamekasan Boy Suhari Sajidin menambahkan, pihaknya tidak akan mempersoalkan status pernikahan siri salah seorang anggota dewan di DPRD Pamekasan tersebut, karena tradisi di Pamekasan nikah siri dianggap sudah biasa.

Disamping itu, sambung dia, masyarakat sendiri sudah menganggap biasa praktik nikah siri dilakukan, meski belum lama ini sempat menjadi persoalan hangat di tingkat nasional.

Aktivis LSM dari Forum Komunikasi dan Monitoring Pamekasan (FKMP) Moh Sahur Abadi menilai, adanya anggota dewan yang melakukan praktik nikah siri tersebut, justru bertentangan dengan kebijakan Pemkab Pamekasan yang selama gencar melakukan kampanye untuk mencatatkan pernikahannya di KUA.

"Jangan lalu menggunakan dalih pembenaran agama untuk melanggar hukum, karena hukum yang ada di Indonesia tujuannya kan untuk kemaslahatan umat juga yang ujungnya pada agama juga," ucapnya
Sent from BlackBerry® on 3

Sabtu, 09 Juli 2011

Kalau Kera Narsis Memotret Diri Sendiri


Ternyata, bukan cuma manusia yang narsis suka memotret dirinya. Kera pun demikian. Setidaknya, inilah perilaku kera yang ditemui fotografer David Slater yang beberapa waktu lalu berkunjung ke taman nasional wilayah Sulawesi Utara, Indonesia.

Perilaku itu dijumpai Slater ketika ia selesai mengambil gambar. Slater meninggalkan perangkatnya sejenak untuk sebuah urusan dan ketika kembali, ia menjumpai kera-kera yang ada di taman nasional itu bermain dengan kamera dan memotret dirinya sendiri.

"Mereka nakal, melompat dan bermain dengan peralatan. Seekor kera memencet tombol. Suara ketika kamera mengambil gambar menarik perhatian dan kera itu pun terus memencetnya. Pada awalnya mereka takut, tetapi akhirnya kembali. Sangat menyenangkan bisa melihatnya," kata Slater.

Menurut Slater, kera-kera tersebut dipastikan telah mengambil ratusan foto diri. Sebuah foto menampakkan kera memamerkan gigi depannya yang besar dan mata berwarna coklat. Koleksi foto-foto monyet tersebut bisa dilihat di YouTube.

Slater menghabiskan waktu 3 hari berturut-turut dengan kera tersebut. Ia mengatakan bahwa kera di taman nasional itu sangat bersahabat. "Meskipun mungkin belum pernah kontak dengan manusia sebelumnya, mereka tidak tampak terancam dengan kehadiran kami," ucap Slater.

Spesies kera yang dijumpai Slater adalah kera hitam (Macaca nigra). Spesies tersebut hidup di wilayah Sulawesi dan pulau-pulau sekitarnya. Status kera tersebut kini hampir punah dan masuk Daftar Merah International Union for Conservation of Nature.

4 Spesies Primata Indonesia Nyaris Punah


Tahukah Anda bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jenis primata paling bervariasi di dunia? Dari 200 jenis primata yang tercatat di muka Bumi, di Indonesia terdapat 40 jenis atau sekitar 25 persen.
Ironinya, dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen terancam punah akibat banyak habitat primata yang rusak dan penangkapan ilegal untuk diperdagangkan. ProFauna Indonesia mencatat setiap tahunnya ribuan kera hasil tangkapan alam diperdagangkan di Indonesia untuk dikonsumsi atau dijadikan satwa peliharaan.
"Sampai saat ini masih ada pengiriman. Kalau dipelihara sepertinya hanya sedikit, lebih banyak dikonsumsi, otak dan dagingnya," kata Ketua Pro Rosek Nursahid di sela-sela kampanye penyelamatan primata di Renon, Denpasar, Minggu (3/7/2011).
Tingginya angka konsumsi primata di Indonesia terjadi karena sebagian masyarakat masih percaya mitos bahwa kera dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, salah satunya asma, meski sampai saat ini tidak bisa dibuktikan secara ilmiah.
Akibat eksploitasi yang membabi buta ini, sedikitnya 4 primata asal Indonesia benar-benar akan punah jika tidak segera diselamatkan. Mereka adalah orangutan sumatera (Pongo abelii), kukang jawa (Nyeticebus javanicus), tarsius siau (Tarsius tumpara), dan simakubo (Simias cocolor).
Menyelamatkan mereka tak cukup dengan mengandalkan kepedulian para LSM pecinta satwa saja, tetapi kesadaran dari seluruh masyarakat dan pemerintah untuk saling mengingatkan pentingnya menjaga habitat bangsa kera dan monyet yang merupakan bagian dari kekayaan alam Indonesia ini.

Pertama Kali, Raflesia Mekar di Cibodas


Bunga raflesia mekar di Kebun Raya Cibodas. Kali ini, spesies yang mekar adalah Rafflesia rochussenii yang masih merupakan kerabat Rafflesia arnoldi dan Rafflesia patma yang tumbuh di Kebun Raya Bogor.
"Bunga sudah mekar dari hari Jumat. Diameter bunga 12 cm dan tingginya hanya 4 cm. Memang kecil," ungkap Dr Didik Widyatmoko, Kepala UPT BKT Kebun Raya Cibodas, ketika dihubungi pada Minggu (3/7/2011).
Didik menambahkan, ini merupakan kali pertama bagi raflesia bisa mekar di Kebun Raya Cibodas. "Sebelumnya pernah dicoba, tetapi baru kali ini berhasil. Kami berhasil menumbuhkan dengan inangTetrastigma dichotomum," kata Didik.
Rafflesia rochussenii membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mekar. Menurut Didik, spesies itu tidak punya periode mekar. Namun, keberhasilan untuk mekar sangat dipengaruhi kondisi habitat, terutama faktor kelembaban.
"Saat ini, Kebun Raya Cibodas sudah memiliki alat baru untuk pendataan. Dengan alat itu, nanti secara ilmiah kita bisa tahu pengaruh suhu, kelembaban, hingga kecepatan angin pada mekarnya bunga," ungkap Didik.
Didik menambahkan, "Keberhasilan ini menunjukkan bahwa raflesia bisa tumbuh di rentang ketinggian yang lebar. Ketinggian Kebun Raya Bogor 250 meter di atas permukaan laut (250 mdpl), sementara Kebun Raya Cibodas 1.300 mdpl."
Rafflesia rochussenii yang sedang mekar bisa disaksikan oleh publik. Namun, untuk menjaga agar tak merusak habitat Kebun Raya Cibodas, pengunjung harus dibatasi 10 orang per periode.
Rafflesia arnoldiRafflesia patma, dan Rafflesia rochussenii terletak pada satu genus. Perbedaan paling mencolok ada pada ukurannya. Rafflesia rochussenii punya ukuran yang lebih kecil dari spesies lain.
Didik menambahkan, "Rafflesia rochussenii merupakan spesies endemik Jawa Barat, dan diduga saat ini hanya ditemukan di kawasan hutan Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Salak."
Menurut Didik, spesies ini optimal tumbuh di lantai hutan ketinggian 700-1.400 mdpl. Vegetasi spesies didominasi oleh tumbuhan suku Fagaceace. Sebelumnya, tumbuhan ini juga pernah ditemukan di Garut, Palabuhan Ratu, dan Bandung Selatan.

Rangka Monster Purba Ditemukan di Australia


Rangka monster purba yang disebut Diprotodon ditemukan di wilayah Teluk Carpentaria, Queensland, Australia. Penemuan ini istimewa sebab hampir semua tulang penyusun rangka monster tersebut ditemukan di satu lokasi. Hanya satu tulang kecil yang hilang.
"Apa yang kita lihat di sini adalah marsupial (hewan yang membawa anakannya di dalam kantung) terbesar yang pernah ada di dunia," kata Profesor Michael Archer, peneliti dari Australia Museum yang turut berperan menemukan rangka monster tersebut.
Seorang pembuat gambar telah berusaha menggambarkan bentuk monster ini sesuai rangka yang ditemukan. Diperkirakan, Diprotodon memiliki panjang 14 kaki (setara 4,26 meter) dan berat 3 ton. Meski punya ukuran tengkorak besar, monster ini diperkirakan tidak cerdas karena tengkoraknya lebih banyak terdiri dari rongga udara.
Diprotodon diperkirakan tersebar di Australia antara 25.000 tahun dan 2 juta tahun lalu. Mereka eksis sejak kedatangan pertama suku Aborigin sekitar 50.000 tahun lalu. Melihat kelengkapan rangka dan kerusakan yang minim, diperkirakan rangka yang ditemukan kali ini berasal dari individu terakhir yang hidup.
"Kami sekarang berharap bisa merekonstruksi rangka tersebut, menyusun kembali pada posisi yang tepat agar bisa memberi gambaran yang lebih bagus, seperti apa makhluk ini," kata Archer seperti dikutip Daily Mail, Senin (4/7/2011).
Sebelumnya, rangka dari jenis yang sama pernah ditemukan di New South Wales, tetapi tidak lengkap. Dengan penemuan rangka lengkap kali ini ditambah lubang kecil yang ada di tulang rusuk tanda pernah ditombak, misteri monster tersebut diharapkan bisa lebih terkuak.